Selasa, 18 November 2008

LIDAH

Mempunyai bentuk yang indah, kecil dan menarik, tetapi dia jarang nampak di permukaan. Itulah lidah. Mempunyai peranan yang sangat hebat sekali. Apalagi di era globalisasi saat ini, keberadaannya sangat menguntungkan yang memiliki dan kadang-kadang menyakitkan hati orang lain yang merasa tersinggung akan harkat dan martabatnya. Dan yang lebih penting dari itu, keimanan dan kekufuran seseorang tiada terang dan jelas adalah karena kesaksian dan peran lidah.

Ia mempunyai kebaikan yang sangat besar dalam mencari keridhaan Allah. Sebaliknya mempunyai kejahatan yang besar pula. Hematnya, lidahlah anggota tubuh yang paling banyak menimbulkan fitnah di sana-sini. Sehingga kehadirannya jika tidak bisa dikendalikan oleh ajaran agama ia mudah akan menjadi perangkap setan yang paling jitu, untuk menjerumuskan manusia ke jurang kenistaan.

Dengan perantaraan lidah, manusia dapat dengan lancar dan harmonis berhubungan dengan sesamanya. Dapat menciptakan segala bahasa, dapat memberi suara semua pikiran dan cita-cita. Bisa membuat hati rindu menjadi mesra ria. Tetapi, lidah pula yang dapat memutar balikkan fakta dan peristiwa. Dapat pula menjadikan orang tertawa menjadi menangis, yang bisa porak-porandakan persahabatan menjadi permusuhan dan seterusnya. Begitulah kiranya peran yang dimainkan lidah. Tergantung siapa yang dapat dimanfaatkannya.

Sering kita dengar kata bersajak yang tertuju pada lidah, diantaranya: “lidahnya seperti madu, lidahnya berbisa, lidahnya bercabang dua, lidahnya berfasih berbahasa, pandai bersilat lidah”, dan sebagainya. Lidah? Apalah artinya lidah? Ia hanya sepotong daging kecil dari tubuh manusia yang sempurna, tetapi tanpa lidah orang tentu tak akan bisa berbicara. Dan yang lebih penting lagi, tak bisa merasakan yang makanan dan minuman beraneka ragam. Dari yang asin, manis, pahit, asam, dan sebagainya.

Hanya dengan iman dan akal sempurna sajalah manusia bisa memelihara dan menjaga dari bahaya yang ditimbulkannya. Ada pepatah Arab yang mengatakan: “Salamatul insan fii khifdzil lisan” (Selamatnya manusia dalam pergaulan yang pertama adalah dalam menjaga lisan). Derajat seseorang dapat terangkat dari salah satu diantaranya, adalah dalam menjaga dan memanfaatkan lidahnya. Sebab, kejujuran dan kebohongan hanya lisan atau lidahlah yang memegang peranan. Karena itu, Nabi Muhammad Saw 15 abad yang silam mengingatkan kepada ummat Islam khususnya dan umat manusia pada umumnya, dengan sabdanya: “Tidaklah berdiri tegak (lurus) iman hamba Allah, sebelum berdiri tegak hatinya. Dan hatinya tidak akan lurus, sebelum berdiri tegak lidahnya. Dan tidak akan masuk surga seseorang dimana tetangganya tidak merasa aman dari gangguan tangan dan kejahatan lidahnya”. (HR. Ibnu Abid Dunya)

Kalau kita melakukan shalat, tetapi di dalam melakukannya kita tidak merasakan khusyuknya melakukan shalat, tinjauan lebih dalam adalah mungkin di dalam hati kita banyak bercak-bercak dosa yang amat dalam, sehingga diperlukan perenungan yang dalam. Mungkin kita berbicara sering dusta, atau makanan yang kita makan masih banyak menanggung hak-hak orang lain, dan sebagainya.

Diriwayatkan, bahwa Umar bin khattab r.a pernah melihat Abu Bakar r.a menarik lidahnya dengan tangannya. Lalu Umar bertanya: “Wahai Abu Bakar, apakah yang anda perbuat???” Abu Bakar menjawab: “Ini mendatangkan kepadaku jalan yang membinasakan. Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Tiada sesuatupun dari tubuh yang tiada mengadu kepada Allah tentang lidah karena ketamakannya”. (HR. Ibnu Abid Dunya, Abu Ya’la dari Aslam)

Sebenarnya, kalau kita membaca dan merenungkan ciptaan Allah yang ada pada tubuh kita, banyak filosofi dari ayat Kauniyah yang terdapat dalam jasad kita. Umpamanya, Allah menciptakan anggota tubuh kita yang bernama “mulut” itu hanya satu. Tetapi Allah menciptakan telinga kita dua, kiri dan kanan. Hematnya, itu merupakan isyarat dari Allah, supaya kita banyak mendengar dari orang, kemudian satu mulut untuk sedikit berbicara. Nah, kebiasaan yang sering dilakukan oleh manusia justru sebaliknya. Banyak berbicara, tetapi kalau disuruh mendengarkan yang kadang malah ramai sendiri. Itu salah satu kedurhakaan dan kejahatan lidah yang sangat ditakutkan oleh Abu Bakar r.a.

Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang datangnya dari Abu Hurairah r.a. Nabi Muhammad Saw bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata yang baik, kalau tidak lebih baik diam.”

Diam bukan berarti karena kebodohan seseorang. Tetapi justru itu menunjukkan kebaikan serta kesempurnaan iman seseorang. Di lain pihak, justru diam itulah perbuatan orang yang bijak. Rasulullah Saw bersabda: “Innallaha yubgbidul faa khisyal badzi-a” (Sesungguhnya Allah benci kepada orang yang jelek budi pekertinya serta kotor lidahnya)

Semoga tulisan sederhana ini akan bermanfaat. Khususnya bagi mereka yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang sifatnya obral janji, obral program, yang jika tidak sesuai dengan realita dan kenyataan, maka akan menjadi bencana yang besar bagi keselamatan kita nanti di akhirat.


Copy Paste: PII

Tidak ada komentar: